Pendidikan
Teknologi Kejuruan (Technical Vocational
Education and Training/ TVET) memiliki beberapa istilah di berbagai negara. Di Amerika
Serikat digunakan istilah Career and
Technical Education (CTE), Vocational and Technical Education (VTE),
dan di tingkat menengah disebut Career
Centre (CC). Di United Kingdom dan Afrika Selatan dikenal dengan Further Education and Training (FET). Di
Asia Tenggara disebut Vocational and
Technical Education and Training (VTET). Sedangkan di Australia lebih
dikenal dengan Vocational and Technical Education
(VTE) (MacKenzie dan Polvere, 2009).
UNESCO
(2011: 4) mendefinisikan TVET sebagai aspek-aspek proses pendidikan yang tidak
hanya melibatkan pendidikan umum melainkan meliputi studi teknologi, penguasaan
keterampilan praktis, sikap, pemahaman dan pengetahuan yang berkaitan dengan
pekerjaan di berbagai sektor kehidupan ekonomi. Lebih lanjut, Gasskov (2000: 5)
menjelaskan bahwa vocational education and
training system should deliver both foundation and specialist skills to private
individuals, enabling them to find employment or launch their own business, to
work productively and adapt to different technologies, tasks and conditions.
Sistem TVET lebih menekankan pada keterampilan yang harus dikuasai individu,
yakni beradaptasi dengan teknologi yang ada sehingga memungkinkan untuk bekerja
secara produktif atau memulai untuk berwirausaha. Maclean (2009: 9) TVET is concerned with the acquisition of
knowledge and skills for the world of work to increase opportunities for
productive work, sustainable livelihoods, personal empowerment and
socio-economic development in knowledge economies. TVET berkaitan dengan
perolehan pengetahuan dan keterampilan bagi dunia kerja sehingga mampu bekerja
secara produktif dan berkelanjutan, membangun individu yang berdaya, serta
meningkatkan nilai sosial ekonomi negara.
Pada
dasarnya TVET terdiri dari dua domain, yaitu: pendidikan teknologi dan
pendidikan kejuruan/ vokasi. Sanders (2001) dalam Pavlova
(2009: 5) menjelaskan bahwa konsep pendidikan teknologi adalah using
technology to solve problems and satisfy needs and wants. Sedangkan konsep
pendidikan kejuruan berhubungan dengan keterampilan dalam menggunakan alat dan
mesin. Pavlova (2009:140) technology education is a very effective
way to achieve the vocationalisation of secondary schooling and in so doing
contributes signifi cantly to the aims and objectives of vocational education
by increasing the employability of students. Pendidikan teknologi merupakan
cara memperoleh kevokasian sehingga memberik kontribusi signifikan dalam pendidikan
kejuruan. Billett (2011: 142) mendefinisikan pendidikan kejuruan sebagai cara untuk
mengembangkan keterampilan sehingga mampu beradaptasi di dunia kerja, dalam
istilah yang berbeda adalah pendidikan yang memiliki jenis, tujuan dan proses
tertentu. Secara
lebih detail perbedaan antara Pendidikan Teknologi dan Pendidikan Kejuruan
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1
Perbedaan Pendidikan Teknologi
dan Pendidikan Kejuruan
No.
|
Pendidikan Teknologi
|
Pendidikan Kejuruan/ Vokasi
|
1.
|
Pengetahuan Umum
|
Pengetahuan spesifik
|
2.
|
Pengetahuan teoritik
|
Pengetahuan praktis/ fungsional
|
3.
|
Pemahaman konsep
|
Kecakapan dalam skill
|
4.
|
Kemampuan kreatif
|
Kemampuan reproduktif
|
5.
|
Keterampilan intelektual
|
Keterampilan fisik
|
6.
|
Persiapan untuk hidup dan berkembang
|
Persiapan untuk bekerja
|
Sumber: Stevenson (2003) dalam Pavlova (2009: 5)
Tujuan pendidikan kejuruan secara filosofi terdiri dari
tiga macam, yaitu: (1) Esensialisme. Tujuan TVET adalah untuk memenuhi
kebutuhan pasar tenaga kerja. Ditandai dengan kurikulum yang diselenggarakan berurutan,
instruktur perlu memiliki pengalaman yang
berhubungan dengan industri yang luas. Sistem terpisah dari pendidikan
akademis; (2) Pragmatisme. Tujuan TVET adalah untuk memenuhi kebutuhan individu
untuk pemenuhan pribadi dan persiapan kehidupan. Ditandai dengan penekanan pada
pemecahan masalah dan berpikir tingkat lebih tinggi-, pembelajaran dibangun
dari pengetahuan sebelumnya; (3) Pragmatisme rekonstruksi. Tujuan TVET adalah
untuk mengubah pekerjaan menjadi lebih demokratis, lebih proaktif, melawan ketidakadilan
dan ketidaksetaraan dalam masalah kerja (Rojewski,
2009: 22).
Berbedanya tujuan filosofis pendidikan kejuruan di
atas lahir atas dasar perdebatan Charles Prosser dan John Dewey. Prosser
memandang pendidikan vokasi dari sudut efisiensi sosial yang menempatkan posisi
sekolah kejuruan sebagai wahana pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan suatu
negara bukan untuk pemenuhan kebutuhan individu. Kubu efisiensi sosial
menyiapkan pelatihan yang baik yang sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja.
Pendidikan kejuruan diorganisir dengan urutan yang rigit dengan pemasrahan hand-on instruction oleh orang yang berpengalaman
luas (Rojewski, 2009). Pemikiran inilah yang melatarbelakang madzhab
esensialisme.
Bertolak belakang dari pemikiran Prosser, pemikiran
Pragmatisme yang dianut oleh Dewey meyakini bahwa tujuan dasar pendidikan
adalah untuk mempertemukan kebutuhan individu untuk pemenuhan pribadinya dan
persiapan menjalani hidup. Siswa pendidikan kejuruan diajari bagaimana
memecahkan masalah secara berbeda-beda sesuai kondisi individu masing-masing.
Dewey menolak gambaran siswa sebagai individu yang pasif, dikendalikan oleh
tekanan ekonomi pasar dan eksistensinya dibatasi dalam mengembangkan kapasitas
intelektualnya. Dewey memandang siswa adalah aktif memburu dan mengkonstruksi
pengetahuan (Rojewski, 2009: 21).
Di Indonesia pendidikan kejuruan diselenggarakan mulai pada tingkat menengah
atas, yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 21 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan jenjang
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Tujuan SMK ini dijabarkan pada tujuan umum dan tujuan
khusus. Pada intinya, pendidikan kejuruan di Indonesia, dalam hal ini SMK
bertujuan menyiapkan peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya sehingga
mampu bekerja secara profesional. Di samping itu SMK bertujuan membekali
peserta didik dengan ilmu pengetahuan agar mampu mengembangkan diri menjadi
lebih baik.
Sumber: Tesis Sendiri
No comments:
Post a Comment